Berita Terkini

Oct 16, 2012

Mencetak Sawah Irigasi dengan Paralon


Alih fungsi lahan sawah maupun tegalan menjadi lokasi perumahan maupun kawasan industri banyak terjadi dan sulit dihindari, khususnya di wilayah pulau jawa. Di lain pihak, usaha mencetak lahan sawah irigasi sulit dilakukan karena keterbatasan sumberdaya air, pengadaan sarana prasarana serta memerlukan biaya yang cukup besar. Pada lahan kering perbukitan, keterbatasan sumberdaya air sering menjadi kendala dalam peningkatan produktifitas lahan/usahatani. Di lain pihak, upaya membangun tangkapan air ataupun jaringan irigasi relatif sulit untuk dilakukan. Untuk itu, penerapan teknologi irigasi kapiler dengan menggunakan pipa paralon merupakan salah satu pilihan yang dapat dikembangkan. Meskipun demikian, upaya peningkatan produktifitas lahan perlu terus dilakukan dengan teknologi tepat guna spesifik lokasi. 

Pengalaman penerapan teknologi spesifik lokasi telah berhasil dilakukan di Dusun Ngepoh, Desa Semin, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul melalui kegiatan Prima Tani. Dengan modal yang relatif murah berupa paralon sepanjang 800 m dan semangat gotong royong tinggi mampu merubah lahan kering/tegalan seluas 5 Ha menjadi lahan sawah irigasi. Pipa paralon dijadikan sebagai penyaluran air irigasi yang bersumber dari dam parit di daerah setempat yang mempunyai letak ketinggian lebih tinggi dari areal lahan sasaran. Penyaluran air melalui pipa paralon mengikuti dan mengalir secara grafitasi. Untuk membangun kebersamaan dan keberlanjutan pengelolaan air tersebut telah dibentuk kelompok tani “Tirto Aji” yang beranggota sejumlah 28 orang petani pemakai air. 

Dampak penerapan teknologi penyaluran air setelah 5 tahun/tahun 2012 para petani pengguna air dapat menanam padi sampai dua kali musim tanam. Sebelumnya lahan tegalan hanya bisa ditanami palawija dengan mengandalkan pengairan dari air hujan. Teknik yang dilakukan dengan cara membuat bak penampung air yang berdekatan sungai, selanjutnya dihubungkan dengan pipa paralon menuju lahan tegalan sepanjang 800 m. Pada awal penerapan teknologi pemanfaatan air di lahan ini kurang lebih 2 Ha yang dapat ditanami padi, sedangkan lahan lainnya hanya dapat ditanami palawija dan sayuran. Namun sampai dengan tahun ke lima jumlah air yang mengalir mampu mengairi lahan seluas 5 Ha untuk usaha pertanian khususnya budidaya padi. 

Dampak lainnya yaitu dalam bidang kelembagaan ternyata kelompok tani pemakai air yang dibentuk masih berjalan dengan baik. Bahkan permodalan kelompok tani sebelumnya hanya memiliki modal sebesar 450 ribuan yang diperolah dari hasil pengembalian benih dan sampai bulan April 2012 telah berkembang mencapai 5 jutaan. Modal tersebut berasal dari pengembalian benih padi yang diterima para anggota, iuran para anggota kelompok, dan bunga dari simpan pimjam. (Yogya)