Ayam Gaga’/Ayam Ketawa |
Sebagai salah satu ternak ayam lokal yang menjadi aset sumberdaya genetik, Ayam Gaga’/Ayam Ketawa telah menjadi daya tarik tersendiri khususnya bagi masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini Ayam Gaga’ cukup terkenal dan berkembang di beberapa Kabupaten di Provinsi Sulsel, dengan populasi terbanyak berada di Kabupaten Sidrap (Sidenreng Rappang). Dalam kultur budaya masyarakat setempat, selain sebagai penghasil daging dan telur, ternak ayam Gaga’ juga mempunyai fungsi sebagai ayam kontes karena memiliki suara yang khas serta nilai jual yang menggiurkan.
Ternak ayam Gaga’ di mata masyarakat Bugis khususnya masyarakat Sidrap bukanlah ayam aduan, bukan pula sekedar penghias sangkar, melainkan memiliki nilai budaya, yaitu sebagai "sennuangeng" dan simbol keperkasaan, juga status sosial bagi yang memilikinya. "Sennuangeng" adalah harapan agar dapat memperoleh keberuntungan dalam pekerjaan atau usaha, disamping itu ayam Gaga’ dianggap sebagai simbol status sosial dan simbol keperkasaan serta simbol kepahlawanan yang dilekatkan kepada orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan demikian ternak ayam Gaga’ dikalangan Etnis Bugis mempunyai nilai budaya yang sangat unik.
Ayam Gaga’ dibedakan menjadi beberapa jenis warna :
Ternak ayam Gaga’ di mata masyarakat Bugis khususnya masyarakat Sidrap bukanlah ayam aduan, bukan pula sekedar penghias sangkar, melainkan memiliki nilai budaya, yaitu sebagai "sennuangeng" dan simbol keperkasaan, juga status sosial bagi yang memilikinya. "Sennuangeng" adalah harapan agar dapat memperoleh keberuntungan dalam pekerjaan atau usaha, disamping itu ayam Gaga’ dianggap sebagai simbol status sosial dan simbol keperkasaan serta simbol kepahlawanan yang dilekatkan kepada orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan demikian ternak ayam Gaga’ dikalangan Etnis Bugis mempunyai nilai budaya yang sangat unik.
Ayam Gaga’ dibedakan menjadi beberapa jenis warna :
- Bakka : warna dasar putih mengkilat dengan dihiasi warna hitam, oranye, merah dan kaki hitam atau kaki putih,
- Lappung : warna dasar hitam dengan dihiasi warna merah hati, kaki hitam dan mata putih,
- Ceppaga : warna dasar hitam dengan dihiasi warna hitam dan putih, ditambah bentuk putih dibadan sampai pangkal lehar dan kaki hitam.
Ayam Gaga’ ini bagi sebagian kalangan hobies dijadikan sebagai bisnis unik yang menarik, terkadang keberadaan ayam Gaga’ ini dijadikan sebagai penghilang stres karena selain nyentrik suaranya pun bisa menghibur pendengarnya, sehingga tidak heran bila ayam Gaga’ ini dikenal sebagai ayam ketawa. Bagi kalangan tertentu ayam ketawa ini sebagai warisan yang luar biasa berharga, tidak heran pemerintah menjadikan ayam Gaga’ sebagai salah satu keanekaragaman Sumber Daya Genetik (SDG) hewan, sebagai salah satu aset Negara Indonesia. Hal seperti ini menjadi tanggungjawab pemerintah pusat maupun daerah untuk selalu menjaga dan melestarikan keberadaanya, sehingga dapat menjadi unggulan asli Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam perkembangannya, ayam Gaga’ menjadi salah satu ternak asli dan lokal yang merupakan plasma nutfah Provinsi Sulawesi Selatan, dan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2920/Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Ayam Gaga, telah di tetapkan sebagai salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Ayam Gaga’ ini memiliki keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi baik pada keterbatasan lingkungan, dimana memiliki ciri khas yang berbeda dengan rumpun ayam asli atau rumpun ayam lokal lainnya.
Adapun ayam Gaga’ ini memiliki sifat kualitatif seperti :
- Jengger/balung: tunggal, bergerigi, berwarna merah
- Warna bulu: putih, merah atau hitam
- Warna ceker: putih, kuning, atau hitam
- Suara ayam jantan: mirip suara manusia tertawa dengan tempo cepat, (kuk kruk ku kha kha kha), sedang (kuk kruk ku...kha...kha...kha) atau lambat (ku kru ku ....kha .... kha....kha) setiap kokok terdiri dari suara kokok depan, tengah dan penutup.
Sifat kuantitatif seperti:
- Suara: frekuensi berkokok 2-15 kali dari standar bunyi 2 kali dalam durasi kontes suara
- Bobot badan dewasa: sama dengan bibit badan dewasa ayam kampung pada umumnya
- Sifat reproduksi: sama dengan sifat reproduksi ayam kampung pada umumnya
- Wilayah sebaran: Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam perjalanannya Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan berbagai hal untuk perkembangan ayam Gaga’ salah satunya yaitu dengan diadakannya kontes, adapun kontes ayam Gaga’ yang pertama yaitu pada tahun 1997 di areal Monumen Bambu Runcing Rappang Kecamatan Pancarijang, kontes kedua di Desa Kanie Kecamatan Maritengnae, Kontes ketiga di Pinrang Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap.
Selain kontes, juga dilaksanakan kegiatan "Mappasipulung" merupakan kegiatan yang mirip dengan kontes namun tidak dinilai seperti kontes resmi, karena ayam ditenggerkan pada satu lokasi yang bersamaan, jadi sifatnya hanya untuk promosi serta mempererat persatuan dikalangan peternak, pencinta dan penggemar. Hal lain untuk mengenalkan ayam Gaga’ yaitu dengan dibentuknya perkumpulan atau organisasi penggemar ayam Gaga’ setingkat Provinsi Sulawesi Selatan yang di kenal dengan Persatuan Penggemar dan Pelestari Manu Macawa (P3MM), harapan kedepannya berusaha untuk memajukan dan mengembangkan agar ayam Gaga’ ini bisa berkembang dan tetap terjaga kelestariannya.
Ayam Gaga´ salah satu ternak lokal asli Indonesia yang memiliki ciri khas tersendiri, seyogyanya dapat mampu menjadi ikon berharga bagi Provinsi Sulawesi Selatan khususnya.