Pengembangan usahatani padi SRI di DAS Citarum secara luas tersebut dilakukan di Kabupaten Karawang, Subang dan Bandung (Jawa Barat). Program ini adalah hasil program investasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan bantuan dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Pada tahap pertama (2009-2014) Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (Ditjen PLA) mengembangkan usaha tani metode SRI seluas 3 ribu ha dengan nama program Integrated Citarum Water Resources Invesment Management Project (SRI-ICWEMIP).
"Program investasi ini merupakan suatu program multi-sektoral dalam rangka pengelolaan wilayah sungai Citarum secara terpadu," jelas Dirjen PLA Hilman Manan usai panen padi SRI seluas 234 ha di Desa Kutagadok, Kutawaluya, Karawang, Jawa Barat. Hadir dalam panen raya padi ini antara lain Bupati Karawang Dadang S Muchtar, Kepala Dinas Pertanian Jawa Barat Endang Suhendar, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang Nachrowi, dan dari ADB.
Karna, petani yang menerapkan usahatani SRI dari Kelompok Tani Karya Tani I Desa Kalibuaya,
Telagasari, Karawang mengatakan pengembangan usahatani pola SRI ini memerlukan perubahan pola pikir, sikap dan keterampilan petani. "Tetapi kami yakin akan bisa dilakukan petani. Terbukti kami bisa panen padi antara 6-7 ton GKP/ha walau ada terserang hama wereng," tambahnya.
Nachrowi, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang menjelaskan target penanaman usahatani padi metode SRI-ICWRMIP di Karawang tahun 2010 seluas 1.360 ha telah terealisasi seluruhnya pada musim tanam April-September, yakni 390,90 ha SRI Organik dan 969,1 ha SRI Semi Organik. Realisasi panen sampai saat panen 254,3 ha (18,7 persen) SRI Organik dengan rata-rata produksi 7,22 ton GKP/ha dan 745,7 ha (54,8 persen) SRI Semi Organik dengan rata-rata produksi 6,9 ton GKP /ha.
"Kami mengharapkan pada musim tanam Oktober 2010 - Maret 2011, target tanam usahatani padi dengan metode SRI seluas 1.360 ha di Karawang bisa organik sepenuhnya," tambah Nachrowi.
Petani yang terlibat dalam usahatani pola SRI di Karawang lanjut Nachrowi cukup banyak, yakni tersebar di 68 kelompok tani di 6 kecamatan, 27 desa, sebanyak 3.400 petani. Untuk keberhasilan program ini juga dilibatkan pendamping dan koordinator lapangan. Pelaksana kegiatannya adalah kelompok tani dan dinas pertanian dan kehutanan Karawang. Kegiatannya berupa sosialisasi program, pelatihan dan sekolah lapang SRI, bantuan pengembangan rumah kompos dan peralatan berupa alat pembuat pupuk organik dan kendaraan roda 3.
Dirjen PLA Hilman menjelaskan pada tahun 2010, pengembangan padi metode SRI secara luas di Indonesia didanai oleh berbagai sumber pendanaan. Pertama dari dana APBN untuk pengembangan padi metode SRI secara luas di Kabupaten Ngawi Jawa Timur seluas 600 ha dan Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah 200 ha. Kedua, dana bantuan ADB pada proyek ICWRMIP Phase I pengembangan SRI seluas 3 ribu ha pada 3 kabupaten di Jawa Barat yakni Bandung (650 ha), Subang (seribu ha) dan Karawang (1.350 ha). Ketiga, dana dari hibang Jepang melalui kegiatan Second Kennedy Round (SKR) seluas 1 ribu ha, tersebar di 4 propinsi pada 5 kabupaten, masing-masing 200 ha, yaitu Kabupaten Purworejo dan Tegal (Jawa Tengah), Kabupaten Bungo (Jambi), Kabupaten Singkawang (Kalbar), Kabupaten Lombok Tengah (NTB).
Hilman Manan menambahkan sekolah lapang SRI bagi kelompok tani dan pemanfaatan kearifan lokal yang dikembangkan SRI dengan pendekatan pertanian organik juga dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas SDM Petani.
"Penggunaan pupuk organik dalam pola SRI tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga akan menguntungkan negara karena penyediaan anggaran untuk subsidi pupuk organik akan berkurang," tambahnya.
Pemerintah lanjutnya untuk mendorong para petani gemar menggunakan pupuk organik dan secara bertahap bisa mengurangi ketergantungan kepada pupuk kimia bersubsidi, melakukan fasilitasi kepada petani. Fasilitasinya berupa: pelatihan SRI, pendampingan kepada para kelompok tani, pembangunan rumah kompos yang diintegrasikan dengan ternak sapi dengan tujuan agar petani dapat memproduksi pupuk organik secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya sendiri.
"Keuntungan petani dari bantuan bangunan rumah kompos, mesin kompos dan ternak ini adalah petani bisa mendapatkan pupuk organik. Bantuan ini bukan untuk dibisniskan, melainkan agar petani bisa mandiri dalam pengadaan pupuk organik sehingga sawah petani menjadi gembur dan subur kembali," tambah Hilman Manan.
Sumber: Kemen Pertanian RI